anime mana paling kau suka??

HAM


SEJARAH HAM
1. Hak Asasi Manusia di Yunani
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.
2. Hak Asasi Manusia di Inggris
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
ü MAGNA CHARTA
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.

3. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat
Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
4. Hak Asasi Manusia di Prancis
Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu.
5. Hak Asasi Manusia oleh PBB
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
6. Hak Asasi Manusia di Indonesia
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
ü Undang – Undang Dasar 1945
ü Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
ü Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.
PASAL-PASAL MENGENAI HAM
PASAL 1
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan.
PASAL 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
PASAL 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.
PASAL 4
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.
PASAL 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.
PASAL 6
Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.
PASAL 7
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.
PASAL 8
Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
PASAL 9
Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.
PASAL 10
Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
PENERAPAN HAM DI INDONESIA
Pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia baru pada tahap kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara sebagai pribadi juga belum ditempatkan sebagaimana mestinya.Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Marzuki Darusman da-lam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi Wartawan Politik (FDWP) di Wisma Surabaya Post Jakarta, Sabtu (23/8).

Dalam diskusi itu diperbincangkan masalah hak asasi, politik dan demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas HAM dan pemerintah. “Pelaksanaan HAM di kita masih maju mundur. Namun itu tidak menjadi soal karena dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika melihat sisi historis, kata Marzuki, HAM di Indonesia beranjak dari amanat penderitaan rakyat untuk mewujudkan kemerdekaan dari penjajah. Begitu pula seperti tercermin dari Sila Kemanusiaan yang berpangkal dari falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam diskusi dipersoalkan bagaimana sebenarnya posisi pemerintah untuk melaksanakan HAM secara tulus. Menurut mantan anggota F-KP DPR itu, di luar negeri bidang-bidang politik, ekonomi selalu dihubungkan dengan masalah HAM. “Makanya mereka mau berisiko demi HAM ini. HAM sudah menyatu,” katanya.

Sedangkan di Indonesia, HAM baru merupakan satu kebijakan belum merupakan bagian dari sendi-sendi dasar dari kehidupan berbangsa. Marzuki mengatakan, sebenarnya HAM bisa menjadi faktor integrasi atau pemersatu bangsa. Marzuki menganalogikan pelaksanaan HAM di Indonesia dengan pemahaman masyarakat terhadap lingkungan hidup 10-20 tahun lalu.

Lingkungan hidup yang saat itu masih menjadi isu internasional sekarang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan pemerintah. “Saat ini, lingkungan hidup sudah menjadi kesadaran nasional,” katanya. Masalah lingkungan hidup tidak hanya menjadi kebijakan nasional namun sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. “Hal seperti itulah yang saat ini sedang ditempuh oleh HAM,” katanya.

Konstelasipolitik

Kondisi HAM di Indonesia menghadapi dua hal dinamis yang terjadi yaitu realitas empiris di mana masyarakat semakin sadar HAM serta kondisi politik. Soal hubungan Komnas HAM dengan pemerintah, Marzuki mengatakan, bagian terbesar dari rekomendasi Komnas HAM terutama kepada pemerintah daerah/gubernur, 60 persen di antaranya mendapat respon yang konstruktif. Persoalan muncul jika kasusnya bermuatan politik, seperti Kasus Marsinah atau Kerusuhan 27 Juli. “Perlu ada pelurusan terhadap gambaran masyarakat soal hu-bungan pemerintah dan Komnas HAM,” katanya. Marzuki mendengar jika ada persepsi di masyarakat bahwa rekomendasi. Komnas HAM tidak dilaksanakan oleh pemerintah. “Kondisi ideal HAM adalah kondisi demokratis,” kata Marzuki. Kesadaran akan HAM maupun pelaksanaannya hanya mungkin jika ada pembaharuan politik.

Dalam beberapa persoalan Marzuki melihat sikap kalangan pemerintah maupun ABRI terhadap masalah HAM tergantung konstelasi politik yang terjadi, bukan pada pemahaman HAM sebenarnya. Misalnya komentar tentang Kerusuhan 27 Juli, satu pihak mengatakan bahwa kasus tersebut sudah selesai, namun yang lainnya mengatakan bahwa langkah-langkah Megawati Soekarnoputri konstitusional. Dia mengedepankan persoalan HAM di Indonesia dengan satu contoh yakni penggunaan istilah yang berkonotasi politik terhadap seseorang yang menyentuh martabat atau privasinya. Istilah gembong, oknum atau otak terutama dalam kerangka kasus-kasus subversif menjadi biasa digunakan oleh masyarakat menjadi sesuatu yang normal. “Padahal itu menyentuh HAM, seseorang digambarkan dengan istilah-istilah,” katanya.

Komnas HAM sebenarnya menganut prinsip HAM universal dengan dasar Piagam PBB, Deklarasi HAM serta Pancasila sebagai falsafah politik dan konsitusi UUD ‘45. “Paham HAM universal itu harus disesuaikan dengan nilai budaya yang berlaku,” katanya. Namun kurangnya pemahaman HAM atau karena kepentingan politik seringkali disebut-sebut “HAM di Indonesia sebagai HAM yang khas yang berbeda dengan HAM universal”.

“Itu tidak benar. Tidak berarti kita punya prinsip HAM sendiri,” kata mantan Sekjen Pemuda ASEAN tersebut. Yang benar, HAM universal justru harus diimplementasikan dalam masyarakat dan peka terhadap nilai-nilai budaya setempat. “Coba cari HAM khas Indonesia yang tidak ada di HAM universal. Tidak ada,” katanya. Marzuki menilai persoalan antara HAM universal dan HAM kultural malah menjadi perdebatan semu. Padahal sebenarnya itu hanya merupakan mekanisme defensif untuk menghadapi tekanan luar.